Assiry gombal mukiyo, 11 Oktober 2016
Orang bisa bercerita dan mungkin mengklaim bisa berhaji gaib entah
itu karena terinspirasi oleh para Wali yang bisa Rogosukmo atau
menggunakan ilmu melipat bumi. Anda mungkin pernah mendengar kyai sakti
yang selalu sholat Jumat ke Mekkah atau Waliyullah yang mengajak anak
muridnya sholat di Baitullah. Padahal, zaman dulu belum ada pesawat
terbang yang dapat menyingkat perjalanan. Diduga, para wali itu
menggunakan Ilmu Melipat Bumi.
Kisah para kyai atau wali yang
dapat bepergian jauh dalam waktu singkat agaknya bukan mustahil. Dengan
Ilmu Melipat Bumi tersebut seseorang dapat mempersingkat waktu
perjalanan ribuan kilometer dalam hitungan detik. Konsepnya hampir mirip
film Hollywood berjudul “JUMPER”. Dalam film tersebut dikisahkan
seorang pemuda yang dapat ‘melompat’ dari suatu tempat ke tempat lain
yang berjarak ribuan mil hanya dalam sekejap mata. Bukan berarti
saya tidak percaya bahwa Allah bisa saja memberikan anugerah kepada
siapa saja yang dikehendakiNya bahkan kepada Bapak Kasrin si tukang
becak yang tinggal di RT 3/RW2, Dukuh Gembul, Desa Sumberejo, Rembang
itu.
Bahkan untuk membuktikan bahwa ia sudah betul-betul berhaji ia
dengan gagahnya menunjukkan Teko yang diakuinya dibeli dari Mekkah.
Teko tersebut berwarna kuning dan terdapat motif khas arab. Padahal teko
semacam itu banyak dijual di Toko-toko perlengkapan haji dan umrah, di
Kudus juga banyak teko dan assesoris haji yang mudah didapatkan.
Saya sangat prihatin dengan kejadian ini. Banyak masyarakat kita yang
mulai lelah, capek, pusing dan mulek menghadapi hidup ini, akhirnya
terguncang jiwanya sehingga saking inginnya berangkat Haji kemudian Pak
Kasrin membuat cerita berhaji lewat jalur mistik. Jalur perjalan haji
yang tidak terdaftar oleh Pemerintah.
Pemerintah harus melakukan
tindakan preventif dengan terus membenahi sistem pemberangkatan haji.
Lha bagaimana tidak banyak yang stres, untuk bisa berangkat haji saja
harus menunggu antrian hampir 20 tahun. Bahkan dari standar
harganya yang makin tidak meringankan hingga jenis-jenis korupsi
kecil-kecilan dan yang besar membuat banyak orang yang apatis untuk
memutuskan tidak perlu pergi ibadah haji ke Mekkah " ora kaji ora
pathe'en".
Mungkin
Pak Kasrin berfikir praktis dengan mengaku
berangkat haji dengan "ngintili" dan "gendolan" baju Ibu Indi yang
dikenalnya sebagai Jin Muslim. Masyarakat kita sudah mulai rusak
daya nalarnya, tidak hanya sekaliber professor juga rakyat miskin dan
papa pun terjangkit penyakit ini. Ini penyakit baru yang menular.
Keadaan ekonomi yang semakin menghimpit membuat orang menjadi stress
dan terganggu jiwanya. Mulai artis-artis yang mencari Guru-guru
Spritual namun akhirnya justru menjadi tempat pelampiasan dan Seks
menyimpang, ribuan orang berburu ingin cepat kaya tanpa harus cape-capek
kerja dengan cara penggandaan uangnya, meskipun secara logika hal
ini adalah kegoblogan dan ketololan yang nyata, tetapi tetap saja ada
yang percaya, bahkan mereka sekaliber Profesor, Doktor, Kiyai, tokoh
masyarakat dan semacanya. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak
masyarakat kita yang ingin mendapatkan hasil yang cepat dan instan tanpa
harus bekerja keras. Padahal pameo orang jawa mengatakan "Trisno
jalaran soko kulino, mulyo jalaran gelem rekoso".
Meskipun
Pak
Kasrin begitu. Tapi, jangan memojokkan Pak Kasrin dengan mengatakan
"penipu atau ndobol tok". Apalagi ketika kebetulan anda adalah salah
satu tamu yang berkunjung ke rumahnya dan meminum air zamzam suguhannya
itu dengan mengatakan " wah ini mah bukan zamzam tapi air pam". Tolong
Pak Kasrin sudah sedemikian berat beban hidupnya, jangan kita
tambahin dengan kata -kata "nyelekit" kita yang akan membuatnya semakin
terbebani. Pak Kasrin adalah satu dari jutaan saudara kita yang saking
inginnya berhaji karena latar belakang pekerjaan dan ekonominya yang
pas-pasan akhirnya bermimpi dan cuma bisa berkhayal berangkat haji.
Bisa jadi Pak Kasrin ini diberikan mabrur meskipun tidak pernah
berhaji. Gejala kemabruran haji seseorang, bayangannya, pantulannya,
barangkali bisa dijumpai pada output sosial seorang haji. Pak Kasrin
sudah memilki kriteria itu, dia bukan orang jahat, dia menjadi suami
yang bertanggung jawab untuk keluarganya meskipun sekadar menjadi tukang
becak untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya.
Justru
yang
perlu ditanyakan kepada orang -orang yang sudah berangkat haji itu
adalah : apakah sesudah haji, ia adalah madu bagi tetangga-tetangganya,
bagi orang lain, bagi masyarakat, bangsa dan negara? ‘Menjadi madu’
itu punya kemanfaatan sosial, produktif dan kreatif bagi kemaslahatan
umum. Dalam hal ini saya tidak bersedia ‘ngrasani’ tentang kualitas madu
haji-haji anda. Apakah anda pejabat, kiyai, tokoh masyarakat, penjual
celana dalam, penggembala kambing atau apa saja profesi anda. Karena
sesungguhnya Kaum haji adalah tingkat manusia yang semestinya paling
pandai bercermin diri.
Maka sudah sepantasnya kita doakan semoga Bapak Kasrin ini bisa berhaji
secara nyata dengan jalur rizki yang Allah berikan dengan jalan yang
tidak disangka-sangka "min haitsu la yah tasib". Amiiin.
0 komentar:
Posting Komentar