Ketika saya mengajar Kaligrafi dan Seni Rupa misalnya Saya tetap memposisikan diri saya bukan sebagai Guru atau Ustaz, melainkan sebagai Pelayan. Menyiapkan setiap keprluan tidur, tmpat makan, tempat belajar ,tempat mandi, tempat masak, dan bahkan juga tempat beol dan pipisnya. Saya berusaha membuka telinga lebar 2 bagi santri atau yang saya sebut sebagai tuan saya agar bisa mndengar setiap keluhan dan jeritan kepedihannya. Sayapun juga kudu merendahkan jiwa serendah 2nya, agar ketika menerima kritikan dan kerasnya tuntutan tuan saya, hati saya tetaplh seasin samudera bagi jutaan sampah yang menggunung.
Sudah semestinya Pelayan adalah tempatnya dimaki, digunjing, di hujat, atau barangkali dicari 2 kekurangan 2 dan kesalahan 2nya sekecil apapun, karena tempatnya kesalahan selalu ada di Pelayan. Bagi seorang Pelayan, saya rindu dengan semua itu.
Ketakutan saya adalh karena saya tidak pantas untuk di hormati. Yang layak untuk pakaian kehormatan dan kemuliaan hanya Tuhan
(Al kariimu huwa Allah).
Jangan juga malu Meminta dikoreksi karyanya berjam 2 meskipun saya harus terkantuk 2, dan setelah juara atau telah sukses saya dicampakkan begitu saja. Tidak usah sungkan menuntut hak atas ini dan itu dari setiap fasiIitas yang minim karena itu memang seharusnya dilakukan oleh seorang tuan.
Saya korbankan setiap kebahagiaan dan barangkali rumah tangga saya pribadi karena harus standby melayani dan tidak memikirkan entah dapur rumah saya bisa ngebul apa tidak, dengan tidak banyak kerja diluar agar bisa fokus melayani tuan saya. Saya pun tidak pernah meminta imbalan apapun atas apa yang saya lakukan agar tidak memberatkan karena saya betul 2 memahami fungsi saya sebagai Pelayan yang selalu siap bagi kebutuhan tuannya.
Seorang tuan berhak dan memiliki kapasitas penuh bagi keberlangsungan hidup seorang Pelayan.
Ikrar dan janji saya supaya tetap setia melayani siapapun dan apapun untuk mengantarkan ke gerbang keberhasilan.
0 komentar:
Posting Komentar