Saya sering kali bertanya terus bertanya dan bertanya. Kadang, saya bahkan menggugat!
Kerapkali pertanyaan saya itu sangat sulit untuk dicari jawabannya, bahkan membentur kepongahan dan kebodohan yang tidak berpijak pada nurani. Hanya ego namun saya terus mencari. Itulah penziarahan saya terhadap Islam. Semoga itu berlangsung terus -menerus seumur hidup saya.
Saat menyaksikan si cantik Sisilia Margaretha yang membuatku merasa menjadi manusia dan melupakan kecengengan hidup. 5 tahun saya mengenalnya melalui medsos dan berpartner bisnis sambal untuk Arjuna Resto. Saya juga banyak belajar kehidupan darinya. Tetapi entah mengapa orang -orang Muslim Banyak yang menyebut orang -orang diluar Islam sebagai "kafir".
Sangat picik sekali mereka menafsirkan ayat -ayat tentang bab "kafir" hanya karena " diajeng Sisil" panggilan akrabku dengannya yang beraga katholik dan bukan seorang Muslimah. Apakah betul demikian? Saya ndak tahu, apakah Tuhan sampai hati memasukkan ia yang baik hati dan suka menolong juga imutz ini ke dalam api neraka. Semoga tidak. Amiiin.
Tiba-tiba saya tersadar bahwa 'kafir' mengandung sebuah makna yang jauh lebih luas daripada sekedar jargon politik yang diucapkan di jalan-jalan pada saat kampanye pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Ketika kita mengucapkan 'kafir' sesungguhnya kita sudah mendegadrasi orang yang kita beri label kafir menjadi lebih rendah dari manusia. Dalam hal ini, kitalah yang dengan angkuh menjadi standar manusia. Si kaifr tidak akan pernah berbagi surga dengan kita. Si kafir akan dikutuk, sementara kita akan diselamatkan. Kita akan melayang ke surga sesudah mati sementara si kafir akan menghuni siksa neraka.
Yang lebih aneh lagi dalam fantasi ini adalah kewajiban untuk 'menyelamatkan' si kafir ini. Sekali pun mungkin si kafir tidak menghendakinya. Secara absurd kita akan memaksa si kafir mempengaruhi kita.
Jika kita memiliki empati, cobalah menempatkan diri pada posisi kafir. Sungguh tidak enak. Apalagi kemudian jurus kafir secara kreatif dikembangkan untuk menutupi inkompetensi atau ketidakbecusan. Itu sangat jama' kita lihat dalam masyarakat kita. Apalagi dalam iklim partisan seperti sekarang ini.
Dari perspektif saya, saya memang berbeda dan sering bertanya dan menggugat kemapanan. Secara spiritual, gugatan itu tidak berarti saya murtad dari keyakinan saya. Pertanyaan dan gugatan adalah sebuah ziarah dan pengembaraan panjang tentang sebuah makna dan essensi kebenaran yang hakiki.
Bukankah para nabi atau para spiritualis agung seringkali diliputi keraguan dan mempertanyakan apa saja yang dia percayai? Bukankah Isa, dalam kepercayaan Kristen, meragukan Tuhan pada detik-detik terakhir kematiannya?
Tidak ada yang paling sial di dunia ini daripada menjadi fanatik. Fanatisme adalah kematian. Anda selesai menjadi manusia.
Saya pernah berjumpa dengan seorang ateis yang baik hati. Dia mengatakan pada saya, sesungguhnya orang yang paling fanatik di dunia ini adalah kaum ateis. Karena apa? Karena mereka percaya mati akan akal mereka dan menganggap orang lain bodoh (kata lain untuk kafir dalam kamus para ateis). Para ateis juga berusaha 'mentobatkan' orang dari kepercayaan yang salah. Persis sama absurdnya dengan kaum agama yang ingin menyelamatkan si kafir.
Seorang ateis pun harus selalu mempertanyakan keateisannya. Dia juga harus membuka diri terhadap hal-hal yang tidak bisa dicerna oleh otak. Jika Anda merasa sudah menemukan kepercayaan Anda maka pertanyakanlah itu. Jika tidak, Anda hanyalah seorang monster yang berjalan.
Kita semua berada dalam penziarahan yang sama. Tidak peduli apapun agama atau kepercayaan Anda. Tidak menjadi soal apapun warna kulit, ras, suku, bahasa, gender, atau orientasi seksual Anda.
Tidak akan ada sesuatu yang baik yang bisa dibangun oleh fanatisme buta. Terlebih lagi dengan fanatik yang munafik. Anda dikutuk untuk gagal. Mungkin bukan oleh Tuhan. Tapi oleh fanatisme itu. Kita digerogoti oleh kepicikan dan cara pandang kita yang salah tetapi merasa benar.
Untukmu diajeng Sisilia Margaretha semoga panjang umur, sehat selalu
Semoga Tuhan selalu memberkati dan mengasihimu...Amiiin
0 komentar:
Posting Komentar