Ada salah satu karib saya beratanaya kepada saya " Lho sampean ketemu Gus Mus ko tidak pakai peci?".
Kalau saya datang bertamu ke rumah Gus Mus dengan berpakaian gamis dan sorban, memang tidak ada salahnya. Atau pakai peci yang baru saya beli biar kegantengan saya bertambah minimal 10 ton itu asyik -asyik saja.
Saya mencoba menjawab pertanyaan karib saya sekenanya,
"Peci gusmus sangat filosofis karena mewakili kejiwaannya yang bagai oase. Sedangkan aku belum pantas memakai peci, karena saya khawatir orang mnganggp saya kiyai, ustaz atau orang sholeh, padahl saya cuma anjing kurab yang ingin banyak belajar dari para Guru biar ngga jadi anjing yang nakal.
Gus Mus memang sudah selayaknya memakai gamis, peci atau bersurban karena antara raga dan jiwanya, antara batin dan dhahirnya, bahkan hati Gusmus seperti telaga yang bening. Bahkan tanpa bersorban, berpeci dan bergamispun beliau tetap bening dan jernih".
Yang jadi persoalan dan membuat saya paling takut adalah ketika orang yang melihat saya apalagi Santri -Santri Gus Mus akan berkesimpulan bahwa saya lebih pandai daripada yang mereka. Lebih parah lagi, kalau mereka berkesimpulan bahwa saya lebih alim, Kalau itu tidak benar, itu kan namanya 'penipuan'. Meskipun saya yakin Gus Mus lebih mahfum untuk soal yang seperti ini. Beliau memilki basyirah atau sidik paningal yang tajam hingga tembus ke jantung hati seseorang. Sehingga beliau dengan mudah bisa membedakan orang tersebut baik atau tidak cukup dengan melihat sepintas tanpa tertipu sedikitpun dengan model -model kulit, aksesoris dan penampilan seseorang.
Bahkan dalam pertemuan dengan saya itu Gus Mus berujar "Sekarang banyak orang yang pintar berakting'. Aktor yang hebat itu yang bisa memerankan tokoh siapa saja, bisa memerankan rakyat jelata yang melas, bisa berperan sebagai pejabat, mampu berdandan seperti Rasulullah, bisa menirukan gaya kiyai yang ceramah dan bermauidhah hasanah". Begitu wejangan Gus Mus dan saya khusu' mendengarkan untaian kata-kata yang penuh makna dan mendalam. Kata-katanya adalah auman puisi yang menerkam jantung saya sehingga terkoyak merasakan bahwa yang dikatakannya itu adalah secercah kebenaran yang teramat teragis terjadi sekarang ini.
Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri. Orang menilai saya apa saja itu bebas dan merdeka. Apakah akhlak itu untuk dipamerkan kepada orang lain (melalui pakaian)? Tidak boleh kan? Maka semampu-mampu saya, berpakaian seperti ini untuk mengurangi potensi 'penipuan' saya kepada Anda kepada siapapun. Anda tidak boleh 'menuduh' saya baik padahal pantasnya saya cuma "anjing kurap" yang cukup bercita-cita semoga menjadi anjing yang tidak nakal saja saja sudah masya Allah senangnya.
Begitu busuknya perilaku saya, bobroknya moral dan akhlak saya. Semoga anda selalu berdoa jika ketemu saja minimal menyebut " audzubillahi min assiry arrajiim".
Saya adalah saya karena Allah menjadikan saya sebagai saya dan tidak karena yang lain. Maka Anda obyektif saja sama saya. Bahlan ketika saya terlihat tidak pernah ganti pakaian ya karena pakaian saya semuanya berwarna hitam itupun tidak banyak.
Hitam itu filosofis historis. Hitam adalah kebalikan yang putih. Jika putih sepert putihnya sang saka itu diartikan sebagai sesuatu yang suci maka anggap saja hitam adalah sebaliknya bisa diartikan pendosa, bangsat, tengik, penuh noda atau semacamnya. Itu cukup menunjukkan kepada anda semua bahwa saya ya seperti itu.
Ini bukan untuk merendah apalagi biar saya disebut tawadhu'. Intinya, saya hanya ingin mengurangi potensi 'penipuan' saya terhadap anda. Jangan sampai salah lagi menilai saya.
Saya Ndak punya pakaian tidur, pakaian kerja, pakaian santai. Semua pakaian yang saya pakai bisa multi guna. Kadang saya pakai untuk beol ke toilet yah pakai pakaian itu, naik mobil yah itu, ngajar yah itu lagi.
Menurut saya seorang ulama harusnya bisa berpakaian yang sama dengan pakaian umatnya yang paling miskin. Saya tidak mempersalahkan orang yang bergamis, berpeci dan berserban. Malah salut dan bangga dengan mereka yang menunjukan kecintaannya pada Rasulullah dengan meniru persis apa yang ada di diri Rasul. Tapi perlu diketahui bahwa baju Rasulullah tidak sebagus dan sekinclong yang dipakai kebanyakan orang sekarang. Baju Rasulullah sendiri ada 3 jenis : yang dipakai, yang di dalam lemari dan yang dicuci.
Dan semua orang Arab di jaman nabi, model pakaiannya seperti itu semuanya. Tidak cuma Nabi Muhammad, Abu Jahal, Abu Bakar, Sueb, Sanusi, Umar dan orang Arab lainnya, model pakaiannya ya seperti itu. Jadi sebenarnya sunnah Rasul yang paling mendasar adalah Akhlaknya bukan kostumnya bukan?.
0 komentar:
Posting Komentar