Assiry gombal mukiyo, 12 Oktober 2016
Makhluk Allah yang satu ini yang
dikenal dengan panggilan " Ahok" adalah makhluk khusus yang oleh Allah
sengaja diciptakan sebagai virus yang menohok. Menohok akal fikiran yang
sehat bahkan yang sebelumnya bugar dan waras otaknya, menjadi gila dan
kejang-kejang karena radang nalar berfikir jernih karena terjangkiti
virus Ahok.
Bersikaplah sedang-sedang saja dalam segala hal, jangan
berlebih-lebihan. Termasuk sedang-sedang saja dalam menyenangi atau
mendukungnya dan tidak berlebih-lebihan dalam membenci atau tidak
mendukungnya sebagai calon kepala daerah.
Ada
apa dengan ahok
ini? Sedemikian hebatnya sehingga kita harus membuang-buang energi
yang justru mengakibatkan kita jadi centang-perenang, bercerai -berai,
saling tuding, saling cakar dalam berpendapat, saling bantah dengan
alibi masing-masing yang butuh pembenaran. Begitu kuat dan perkasa
pengaruhnya sehingga virus-virusnya mengakibatkan kedengkian kita
terhadap sesama
yang mestinya kita terus menanam dan menjaga benih kerukunan agar
tunas-tunas keharmonisan dan ukhuwwah islamiyah kita menjadi bersemi dan
terus lestari, justru menjadi kering dan sekarat ditengah-tengah
masyarakat kita yang pro dan kontra.
Perdebatan mengenai pemimpin
yang dikaitkan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) hanya
akan menghancurkan tatanan berbangsa dan bernegara yang sudah baik.
Hanya karena berbeda menafsirkan Ayat 51 Surat Al Maidah, tidak sedikit
yang begitu gampang mencaci seseorang dan berkomentar kasar dengan
argumentasi SARA. Dimana letak keislaman kita. Jika menjaga lisan saja
kita tidak bisa. Sedangkan essensi Islam adalah bukan hanya bisa menjaga
lisan dan seluruh anggota badan dari tindakan keji dan dosa tetapi kita
juga bisa menjadi pribadi yang mengamankan maka disebut Mukmin, dan
pribadi yang damai dan menentramkan makanya disebut Muslim.
Kita
menuding orang lain menistakan agama kita, padahal seseorang yang kita
tuding-tuding itu tidak merasa menistakan dan juga belum tentu memang
berniat menistakan. Bisa jadi karena kita gagal faham atau itu hanya
asumsi kita yang terlalu cinta terhadap islam namun akhirnya sikap dan
perilaku kita justru menjadi membabi buta.
Tokoh-tokoh agama yang
mustinya menjadi panutan harus terus bisa menjadi figur penengah bukan
penyulut dan pembakar sehingga berkobar api kebencian. Sebaiknya memang
tokoh-tokoh agama berperan sebagai oase ditengah gurun perpolitikan
yang kerontang. Agar ummat tetap adem, tenang dan kondusif dengan tetap
bisa menerima dan menghormati perbedaan dengan dewasa.
Kita
semangat sekali menuduh orang lain kafir, nista, sesat dan kata kotor
lainnya sambil teriak Allahu Akbar. Sudahkah kita bercermin dengan
melihat diri kita sendiri dahulu. Lihat dan koreksi dahulu diri kita
sebelum menuding dan mengoreksi orang lain. Justru kita sering terjebak
kedalam kedangkalan dan kelemahan kita sendiri. Jangan-jangan kita
sendiri yang mengaku Muslim dan Mukmin inilah yang justru menistakan
Tuhan. Kita tahu betul bahwa Perdamaian dan kerukunan dalam perbedaan
itu perintah Tuhan tetapi kita sering melanggar, kita tahu Sholat 5
waktu itu perintah Tuhan sering mengabaikan, kita mengerti bahwa zakat
itu wajib bagi yang mampu, faktanya justru kita rajin korupsi dan
memanipulasi. Jika perilaku kita masih demikian apakah layak dan pantas
kita mengatakan dengan menudingnya sesat, kafir dan nista. Kita yang
berperilaku seperti itulah yang sebenarnya menistakan Tuhan.
Saya
juga tidak berani mengatakan bahwa Ahok itu Kafir, toh dia juga
mengakui bahwa Tuhan itu ada, dia bukan atheis atau agnostik. Begitu
sebaliknya bahwa saya tidak bisa menilai diri saya baik, muslim, mukmin
atau tidak karena Tuhan yang mengetahui sesungguhnya saya. Kita tidak
berhak mengambil wewenang Tuhan untuk menilai apakah seseorang itu
benar-benar Muslim atau kafir atau sebaliknya. Itu wilayah Tuhan yang
menentukan bukan manusia.
Bahkan Nabi Saw pernah bersabda: “Tidak
termasuk orang yang beriman, siapa saja yang kenyang sedangkan
tetangganya dalam keadaan lapar.” (HR. Bukhari)
Jadi kita kenyang sendiri sementara tetangga kita kelaparan saja kita bisa terjerumus dalam kekafiran.
Jika ditinjau dari hadist-hadist Nabi, kekafiran itu identik dengan
moral seseorang. Bukhari misalnya meriwayatkan, “Tidaklah beriman
seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang
peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah beriman seorang
pencuri ketika ia sedang mencuri".
Sangat banyak komentar yang
tidak santun, kasar, ason-asonan dan tidak sesuai dengan agama kita
yang cinta dan damai. Hanya karena warna baju agama, ras dan pilihan
kita terhadap pimpinan daerah berbeda. Ini tentu bertentangan dengan
agama kita. Ternyata Demokrasi belum benar-benar kokoh di negara ini.
Buktinya, kalau mau hebat caranya dengan melakukan kampanye hitam,
mencari kesalahan orang lain. Maka, kemudian politik kita bercitra
buruk, menjadi negatif dengan mengangkat isu sara.
Isu sara sama
sekali tidak diperkenankan untuk digunakan dalam rangka mendiskreditkan
orang lain. Kita menjunjung tinggi budaya dan adab. Tidak boleh
merendahkan pihak lain untuk suatu kemenangan politik. Tidak boleh
menyerang dengan SARA untuk mengalahkan lawan politik. Itu melanggar UUD
1945.
Ahok adalah ujian bagi kita. Apakah kita sebagai Muslim
dan mukmin yang tetap nenjaga akhlak kita, menjaga marwah dan harga diri
agama Islam. Agama yang oleh Allah disebut sebagai agama pamungkas,
bahkan Nabi Muhammad disebut sebagai uswah atau contoh teladan dalam
berbagai hal, lebih - lebih tentang akhlaknya yang luhur dalam
nenghadapi kawan maupun lawan-lawannya.
Siapa teladan kita kalau bukan Kanjeng Nabi Muhammad SAW?
0 komentar:
Posting Komentar