Oleh : Dr. KH.Didin Sirajuddin AR. M.Ag, Pimpinan LEMKA
Mirna: "Kok, rasanya ga enak!"
Darwis: "Din, ente mo ngeracun ana?"
Pristiwa bulan September 1974 ini sudah jadul. Tapi seperti ada
kelebat hubungan dngan waktu persidangan Kasus Racun KOPI MIRNA di bulan
September 2016. Sudah 42 tahun!
Timur di Pondok Modern Gontor Jatim
dan Barat di ruang sidang Jakarta. Kabar dari 2 arah mata angin ini
srperti semilir "Angin Timur Dan Angin Barat" sebagaimana judul kitab
karangan Pearl S. Buck.
Tidak seperti yang lain-lain,
sayalah waktu itu santri yang paling blepotan tangannya dengan water
color, medium satu-satunya yang saya gunakan untuk melukis. Tiada hari
tanpa melukis.
Aktvits rutin itu saya gunakan sebagai ajang
uji coba mengolah warna. Setiap usapan warna adalah kombinasi-
kombinasi rumus "mejikuhibiniu" (merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila, dan ungu) yang digagas Hideaki Chijiiwa dalam kitab "Color
Harmony."
Ini berarti, warna tidak boleh dibiarkan apa adanya, tapi
harus diolah: "Don"t take color for granted!" spt kata Howard Simon
dalam kitab "Colour And How To Use It" karangannya.
Perpaduan
warna- warna itu akan menghsilkan warna-warna baru, misalnya biru+kuning
jadi hijau, atau merah+biru menjadi violet, dst.
Di luar
teori itu, saya juga menemukan "teori ngasal jadi" scra kebetulan:
yaitu, ketika kuas yg berlumur sisa water color yang berwarna- warni
dibersihkan di air gelas, warna "air kobokan" itu berubah menjadi "Kopi
Susu". Ternyata seluruh warna bila disatukan akan membentuk warna Kopi
Susu. Nah, di sinilah " malapetaka" itu trjadi.
Sudah 2 orang qurban minum "KOPI Susu" water color saya. Salah satunya adalah Darwis Sadir, kawan saya dari Sulawesi.
Saat sedang anteng melukis, dari belakang saya ada yang nanya,
"Din, boleh ni?" Suara Darwis. Saya tau dari suaranya yang khas, dia
langsung saja mengambil "gelas ajaib" ysng saya taruh di dibelakang
Langsung saya jawab, "Boleh." Tapi tiba-tiba brrrroooottt
wueekkk........ !!! "Kopi Susu" Itu nyembur mengenai punggung saya.
"Din, ente mo ngeracun ana?" gebrak Darwis dengan mulut semu
bergetar sambil dimanyun-manyunkan, mungkin karena pahitnya "Kopi Susu"
itu. "Siapa mau ngeracun?" Jawab saya balik bertnya, "Saya cuma
menjawab boleh karena ente tanya boleh ga?
Masih
alhamdulillah, Darwis tidak apa-apa, Karena ngga nelan kopi susu palsu
tersebut. Tapi saya fikir kata- kata Darwis lebih maju daripada Mirna
karena Darwis ngga sempat nelan tapi sudah protes, " Din, ente mau
ngeracun ana?". Sedangkan Mirna nyruput kopi dahuhu air kopi bersianida
di cafe Oliver, baru protes, "Kok, rasanya gak enak?" Maka, MIRNA pun
tewas.
Atau karena "kopi Susu" water color tdk SEGANAS KOPI MIRNA? Hehhee..
=======================================================================
Illustrasi :
- Ayahanda, Ustaz kami Dr.KH.Didin Sirajuddin AR bersama Ibunda Hj.Aah dan Iwan putranya.
Ini adalah cerita humor yang unik gaya "Pak Didin", begitu banyak orang
memanggil beliau. Cerita ini dikirim melalui WA saya tadi siang (Minggu
23 Oktober 2016), mungkin untuk menghibur saya yang drop sehingga saya
undur jadual mengisi Workshop Kaligrafi bulanan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Banyak karya -karya tulisan beliau mulai dari buku sejarah
kaligrafi, serial belajar kaligrafi, humor kaligrafi dan melukis komik
bahkan kumpulan 100 surat cinta untuk ibunda Hj.Aah saat mudanya tidak
luput dari kreatifitas dan olah sastranya yang sangat tinggi.
- Pak
Didin adalah putra terbaik negeri ini yang terus membumikan dan menabur
benih -benih kaligrafi. Ribuan kaligrafer bermunculan tumbuh pesat di
negeri ini berkat sentuhan tangannya. Saya adalah satu dari sekian ribu
muridnya yang tersebar di pelosok Indonesia. Semoga panjang umur dan
selalu sehat Ustazy...Amiiin.
- Engkau bukan hanya milik LEMKA tapi juga milik seluruh pecinta kaligrafi di negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar