Juliana kecil sangat terpesona oleh kecerdasan dan kesantunan Hamengkubuwono IX dan jatuh cinta. Cinta itu dibawanya hingga dewasa, walaupun sayang Juliana tidak bisa mewujudkan cinta itu karena tentu saja seluruh Belanda menolaknya.
Sewaktu Belanda menaklukkan dan memporak-porandakan Indonesia dalam perang kemerdekaan, pesan Ratu Juliana cuma satu, jangan sampai menyentuh Sultan Jogja Hamengkubuwono IX dan istananya. Kenyataan ini dimanfaatkan Sukarno, Hatta, dsb yang sudah kalah di Jakarta dan bersembunyi di istana Jogja.
Juliana akhirnya justru dinikahkan dengan pria Jerman yang suka main perempuan, mabuk dan membuatnya sengsara seumur hidup. Cinta sejatinya hanyalah Hamengkubuwono IX seorang, dan betapa indahnya warna jingga hatinya jika itu terwujud bagi hidupnya.
Engkau boleh tidak sependapat denganku, bahwa bagiku Cinta adalah takdir. Sedangkan menikah adalah urusan nasib. Engkau bisa memutuskan untuk menikah dengan siapa saja tetapi tidak untuk cinta. Sungguh kamu tidak bisa memilih untuk mendapatkan cinta dan dicintai siapa saja dalam sepanjang hidupmu. Boleh jadi engkau menikah dengan orang yang tidak pernah engkau cintai. Engkau hanya bisa meraung dalam kesedihan karena merindu terhadap seseorang yang engkau cintai padahal dia sudah bersama dengan orang lain. Duh nestapa dan lara.
Kita bisa melawan nasib, tapi tidak untuk takdir ... Hmmm ... Di dalam cinta, tidak ada yang salah. Bahkan Ratu Kencono Wungu tak bisa disalahkan. Cinta itu ajaib. Datang dan perginya tak dapat kita rencanakan. Ratu tidak salah jika selama masa penantian cintanya di luar rencana, ternyata tertambat dan tumbuh kepada Damarwulan.
Dinamika dunia dan dinamika cinta memang kadang berbeda, tapi terwujud atau tidak, cinta adalah hal terindah dalam hidup manusia. Cinta kita terhadap manusia adalah dalam rangka pengabdian dan ibadah kepada Tuhan yang menciptkan manusia.
0 komentar:
Posting Komentar