Assiry gombal mukiyo, 24 Desember 2015
Saya tidak sedang berhujjah atau berfatwa karena maqam saya adalah "al
gombalu wa addhobholu" saya bukan ulama bukan kiyai juga buka siapa
-siapa. Saya hanya segelintir manusia yang ikut bergembira ketika
melihat manusia yang lainnya yang tentu sebagai saudara saya sedang
merayakan natal.
Saya ucapkan
selamat hari Natal wahai saudara -saudaraku dimanapun anda berada, damai
bersama Tuhan Allah SWT. Menukil fatwa Al Habib Umar bin Hafidz Tarim
Yaman bahwa sikap moderat
(wasathiyah) adalah karakter inti ajaran Islam yang merepresentasikan
perilaku Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Hal ini ia sampaikan dalam
acara bedah buku karyanya, al-Wasathiyyah fil Islam (Moderat dalam
Perspektif Islam).
Habib Umar mengutip surat al-Baqarah (143), “Dan
demikianlah Kami (Tuhan) jadikan kalian umat yang ‘wasath’ (adil,
tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua
manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas
kalian.”
Jika kita tela'ah lebih dalam ayat tersebut umat Islam
dipuji oleh Allah sebagai golongan yang ‘wasath’ karena mereka tak
terjerembab dalam dua titik ekstrem. Yang pertama, ekstremitas umat
Kristen yang mengenal tradisi “rahbaniyyah” atau kehidupan kependetaan
yang menolak keras dimensi jasad dalam kehidupan manusia serta
pengkultusan terhadap utusan yakni Nabi Isa atau Yesus Kristus sebagai
anak Tuhan yang dipatahkan oleh Firman Allah SWT dalam Surat Al Ikhlash.
Yang kedua adalah ekstremitas umat Yahudi yang melakukan distorsi atas
Kitab Suci mereka serta melakukan pembunuhan atas sejumlah nabi-nabi
yang diutus Allah kepada mereka. Ekstremisme yang terjadi
akhir-akhir ini terjadi karena konsep wasathiyah mulai terkikis,
tergerus oleh orang -orang islam sendiri yang mengaku lebih alim
sehingga mudah sekali mengkafirkan dan membid'ahkan saudara sesama
muslim.
Wali Songo sebagai contoh ideal yang berhasil menerapkan
prinsip moderat dalam kegiatan dakwah menyebarkan Islam di Nusantara.
Dengan sikap moderat yang ditunjukkan Walisongo, Islam dapat diterima
dengan baik di Indonesia. Dari dahulu tidak pernah ada masalah dengan
kerukunan atas keberagaman agama yang dipeluk di nusantara ini.
Hukum mengucapkan selamat (tahni’ah) Natal kepada umat Kristiani adalah
boleh selama tidak disertai pengakuan (iqrar) terhadap hal-hal yang
bertentangan dengan pokok akidah Islam, seperti klaim Isa anak Tuhan dan
keikutsertaan dalam kemaksiatan.
Kebolehan ini, karena memuliakan
para utusan Allah, termasuk Nabi Isa, adalah di antara hal yang pasti
diakui dalam Islam (min dharuriyyati hadza ad-din). Setiap orang
mengaku dirinya menempuh jalan yang moderat, sehingga pengertian dari
terma wasathiyah sendiri harus diperjelas. Saya tidak sependapat dengan
beberapa kelompok yang mengatas namakan islam tapi berperilaku anarkhi,
hobby dengan kekerasan dan pengrusakan hanya karena berbeda pendapat
soal furu'iyyah.
Saya prihatin kepada saudara -saudara saya
muslim yang dengan gampangnya menuduh kafir hanya karena mengucapkan
natal kepada saudara kristiani. Mereka menuduh kalau mengucapkan selamat
Natal berarti meyakini akan ketuhanan Isa Al Masih atau Yesus Kristus.
Sungguh tidak ada hubungan sama sekali, sebab seorang Muslim yang
mengucapkan "selamat Natal" tetap tidak meyakini dengan ketuhanannya
Nabi isa atau Yesus Kristus tidak bisa dihukumi kafir, sama halnya
dengan orang Nashrani yang juga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri
atau Selamat atas kelahirannya Nabi Muhammad saw, bukan berarti mereka
berikrar sebagai Muslim.
Banyak diantara kita yang masih saja
terjebak dengan posisi sakralitas sahadat yang disamakan kedudukan
(maqamnya) dengan mengucapkan selamat natal. Lha wong mengucapkan
selamat natal ko disamakan dengan mengimani bahwa Yesus anak Tuhan. Ini
terlalu jauh analoginya. Jika membaca syahadat itu syarat pertama
masuknya islam, maka syarat
pertama masuk kristen bukan mengucapkan selamat natal tapi dengan
dibaptis.
Jadi jika seorang muslim ditanya: "Maukah anda dibaptis?" maka derajat prtanyaan ini sama dengan prtanyaan: " Maukah anda
mengucapkan dua kalimat syahadat?" Bukan disamakan dengan mengucapkan
Selamat Natal.
Sama halnya jika kita menyapa "embekkk" karena
kebetulan ketemu dengan kambing betina misalnya. Apakah lantas kita
menjadi kambing? Tidak. Terus tiba -tiba kita dituduh kambing gara -gara
masuk ke kandang kambing tetangga. Kita kan hanya menyapa. Dan, menyapa
itu harus dengan bahasa mereka.
Tidak sedikit yang sering
sekali tersungkur bahkan kedalam pemahaman yang keliru misalnya karena
Presiden ikut menghadiri perayaan natal kemudian kita menyimpulkan bahwa
Presiden murtad. Ini kan aneh. Kapan kita bisa berfikir cerdas kalau
terus -menerus membenamkan mindset tersebut kedalam otak kita.
Kalau
boleh saya pakai analogi Gusdur, beliau pernah dihujat habis-habisan
dan bahkan dituduh murtad atau kafir karena menghadiri natalan di gereja
saat menjadi Presiden. Dengan santai beliau nyelethuk "jalan berdua itu
belum tentu pacaran, gitu aja ko repot".
Oh indahnya jika
kerukunan antar ummat beragama terus dipupuk agar senantiasa subur. Saya
ikut berbahagia atas apa yang dilakukan oleh saudara -saudaraku
Majelis Jemaat "Immanuel" Malang Jatim. yang merayakan natal tapi juga
memberikan hak atas kegiatan jumatan di Masjid Jami Malang.
0 komentar:
Posting Komentar