Assiry gombal mukiyo, 02 Agustus 2015
Kalau memberi karena diminta apa hebatnya, tapi kalau tidak diminta tetapi kita tetap memberi: itu baru nikmat yang luar biasa. Inilah yang saya rasakan.
Tapi tak apalah, itung -itung refreshing meskipun harus nyambung dan berpindah dari bus satu ke bus yang lain sampai ke kudus.
Kakek tersebut sungguh sangat mulia menurut saya. Ia tetap mencari nafkah untuk keluarganya meskipun harus mengais sampah -sampah plastik bekas aqua dan bekas minuman gelas yang pasti untuk dijual kembali, padahal waktu menunjukkan pukul 12 .30 WIB, tengah malam.
Disaat semua orang merasakan indah dan nyamannya melepas penat dengan merasakan tidur nyenyak, justru Si Kakek itu berperang melawan kantuk dan lelah yang menderanya. Inilah jihad yang sesungguhnya. Menjauhkan dirinya dari sifat menadah atau kepengemisan dalam hidupnya.
Jika temen -temen sekalian berjumpa dengan kakek tersebut di Rumah Makan Barokah Patrol, barangkali ada kelebihan rizki alangkah nikmatnya berbagi dengan memberi apa saja yang meringankannya tanpa harus berharap dapat imbalan kembali.
Sedekah itu memberi bukan memberi tapi berharap mendapat keuntungan dan ganti berkali -kali lipat. Itu bukan sedekah namanya tapi dagang.
Wong dengan Allah ko tega-teganya kita "berdagang". Padahal dagang itu butuh modal. Pertanyaannya "modal apakah yang kita milki wong semua yang kita miliki adalah anugerah dan kepunyaan Allah?
Jadi analogi yang tepat adalah kita belajar menjadi "peralon" bagi air bening yang kita alirkan untuk kebutuhan mereka minimal membantu menyegarkan dahaga bagi sesama.
Meskipun banyak para kiyai yang menggembar -gemborkan "berbisnillah dengan Allah niscaya keuntunganmu semakin berlipat".
0 komentar:
Posting Komentar