Assiry gombal mukiyo, 24 Juni 2015
Sultan Akbar sadar bahwa rakyatnya memeluk banyak agama berbeda, maka dari itu semua dihormatinya. Dia menunjuk banyak non Muslim menjabat pucuk pemerintahan, dia mengumpulkan semua agama dalam sebuah forum dialog yang hangat dan bersahabat, dan memperkenalkan konsep Sulhekul yang berarti kedamaian universal.
Dalam kasus internal Islam pun dia melarang konflik Sunni-Syiah, menyatakan bahwa negara harus netral atas religiusitas warganya dan melindungi semua warga dengan segala jenis kepercayaannya.Bahkan dalam Ibadat Khana, forum antar agama yang dia buat, para atheis pun diundang dan diperlakukan dengan terhormat. Tidak ada paksaan dalam beragama, bahkan orang Islam pun dipersilahkan pindah ke agama Hindu. Dia tidak makan daging sapi untuk menghormati rakyatnya. Oleh banyak orang Hindu, Sultan Akbar sangat dihormati layaknya Rama.
Di daerah kelahiran saya di Kudus, Salah satu penyebar agama Islam di Jawa yakni Sunan Kudus pernah berpesan kepada seluruh warga Kudus agar tidak menyembelih sapi sebagai penghormatan yang tinggi kepada warga kudus lainnya yang pada waktu itu masih banyak yang beragama Hindu dan Budha. Pesan tersebut menjadi budaya di Kudus sampai sekarang sehingga banyak menu makanan olahan daging tidak menggunakan daging sapi tapi daging kerbau, seperti soto kerbau, sate kerbau, sop kerbau, rendang dll.
Inilah laku dan contoh nyata bahwa islam yang rahmatan lil Alamin lebih mengena di hati daripada islam yang dibawa dengan cara brutal dan anarkhis.
Sultan Akbar dan Sunan Kudus memberikan keagungan contoh bahwa menjadi penguasa atau mayoritas adalah justru tanggungjawab besar untuk melindungi yang minoritas dan seluruh warga. Penghormatan atas keyakinan orang lain seberapapun berbeda adalah tugas negara dan kita semua yang harus ditunaikan adanya.
Barang siapa yang intoleransi berarti sama saja dia melawan dan tidak menghormati Baginda Nabi SAW.
http://www.islamtoleran.com/nabi-muhammad-saw-serukan-kaum…/
0 komentar:
Posting Komentar