Perlu kesabaran berlipat -lipat jika temen -temen sekalian mengalami satu peristiwa yang kini semakin terjungkalnya nilai dan biasnya makna yang sesungguhnya:
1. Saat kita romantis dikatain lebay dan galau
2. Kita perhatian dibilang modus,
3. Peduli disebut kepo,
4. Kita Serius dibilang gombal mukiyo,
5. Bahkan saat kita berpendapat dianggap curhat,
6. dan ketika Kita kreatif di "anu" pamer atau pencitraan.
Misal saja aku menulis puisi:
"Ketika senja menapak gelap
Pekat semua yang ada senyap
Ya...cahaya
Dirimulah cahaya selaksa
Bagai secerah pagi di saat hati gulita"
Beberapa temen bilang aku ini "Lebay!", katanya lagi "mbok ya ingat umur, lha wong sudah tua gitu, mbok ya sadar ingat anak". Aku fikir apa korelasinya romantis dengan umur dan anak. Meskipun begitulah komentar temen -temenku tapi aku tetap romantis dengan berpuisi karena puisi bagiku adalah camilan dan menentramkan jiwa.
Ternyata menarik jika menyelami pikiran anak-anak panah yang melesat dari busur kata Kahlil Gibran dalam buku sayap -sayap patah karyanya misalnya. Tetapi tetap saja orang sekarang akan bilang Kahlil Gibran itu " lebay ".
Lalu bagaimana memaknai sesuatu yang romantis?"
Apakah syair lagu Adele: "Never mind I'll find someone like you"...... juga jangan -jangan kita anggap sebagai lebay tingkat Dewa Brahma.heuheuheu....
Syairnya seperti itu, nada dan vokal Adele sangat berharap dan getir sehingga romantis... Ah mungkin bukan romantis, malah menurut anak-anak muda sekarang namanya "galau". Mereka menganggap lagu Adele adalah lagu orang galau.
Jadi itu bukan romantis....katanya. Sehingga akibatnya sulit bagi kita untuk terus menabur kata, mengeja aksara merangkai kata menjadi sebuah kata yang bergelora atau paling tidak menjadi sebuah makna yang indah dan romantis karena malu dan takut disebut "galau".
Menurutku, galau dan romantis itu beda brow. Galau itu saat tak sangup kamu bedakan mana yang memenuhi hidupmu dan mana yang menuh-menuhin. Galau itu terhuyung-huyung, gontai, limbung, sempoyongan, sedangkan romantis itu mengambang (floating) seperti lagu "Syahdu Ridho Rhoma" menurutku sangat romantis.
Dalam bayanganku, itu ketika Rasul Muhammad Saw. tersenyum dan memanggil Aisyah dengan panggilan "Ya khumairaa" ( wahai yang pipinya kemerah -merahan). Maka inilah puncak romantis yang diajarkan Rasul.
Atau jika dirimu senyum-senyum manis ketika suamimu sarapan pagi dengan lahapnya sampai butir-butir nasi nempel dan cemong di bibir sampai ke pipi tanpa disadarinya lalu dirimu bilang "He is my lovely little boy." Oh terasa kental sekali romantis itu.
Jika semua itu disebut kegalauan, lebay dan semacamnya dan bukan romantisme, wah aku tentu lebih sedih daripada mendengar "siaran kematian" di Surau -surau. Tetapi siapapun yang baru tumbuh sangat rentan terhadap cacian entah dalam hal apapun itu.
Lha wong Murid saya yang baru belajar Kaligrafi di PSKQ Modern ada yang ditanya sinis oleh tetangganya "kamu belajar kaligrafi mau jadi apa? Ah paling juga ngga jelas nasibmu nanti!"".... besoknya bisa jadi langsung minder dan mungkin bisa pulang karena patah arang.
Begitu pula siapa pun yang baru tumbuh menjadi manusia romantis akan patah arang jika kiri-kanannya menyebutnya dan merendahkannya dengan sebutan "Galau sampean ya brow!!!".
Sama halnya anda jadi malas peduli kepada sesamamu karena takut disebut kepo. Padahal kepo itu asalnya dari (knowing every particular object). Tetapi karena pertanyaan apa pun, baik yang terkesan ikut campur maupun untuk kepedulian dipukul rata sehingga kabur maknanya dan disebut kepo, sehingga orang menjadi malas untuk peduli.
Barangkali kita perlu membedakan kembali antara kepo dan peduli. Ini contohnya pertanyaan dan aku yakin sampean bisa membedakannya "Apakah bramu ukurannya 34 apa 36?"
"Kamu pakai celana dalam apa tidak sih?"....bandingkan dengan pertanyaan ini "bagaimana penanganan korban meninggal Bus rombongan Kanzuz Sholawat pekalongan? dan apakah sudah dibuatkan pos dapur umum untuk korban banjir di Undaan Kudus?"
Orang jadi takut serius, takut berpendapat, takut ini dan itu karena dicemooh dan dibilang gombal mukiyo, kepo, pamer lah, pencitraan, modus, asu...dahlah.
Illustrasi:
Karya kaligrafi kubah diametr 11m di masjid Khuzaimah, pekalongan 2010
Mari terus berkarya, dan berkreasi. Jangan takut Berkarya dan terus berkreasi hanya karena dibilang pamer dan pencitraan.
0 komentar:
Posting Komentar