Kehidupan yang dinamis selalu mengusung perubahan. Perubahan dekat dengan adaptasi. Beradaptasi berarti menunjukkan eksistensi dalam realitas. Berubah berarti beradaptasi tanpa kehilangan identitas. Bukan yang kuat yang bertahan, tetapi yang adaptif. Perubahan adalah bukti kehidupan kita . Manusia yang hidup akan selalu berubah; karena saesungguhnya perubahan memberikan harapan. Kelangsungan hidup mustahil tanpa perubahan, dan mereka yang tidak dapat mengubah pikiran mereka, tata kelola maupun cara hidup, tidak dapat mengubah apapaun dalam kehidupannya maka suada pasti dia akan musnah di landa kegersangan dirinya sendiri. Perubahan biasanya membawa pembaharuan. Segala sesuatu harus berubah untuk sesuatu yang baru, untuk sesuatu yang menantang.
Perbedaan gaya berpikir sangat mempengaruhi sikap seseorang terhadap perubahan.Setidaknya ada dua sikap yang akan muncul, yaitu reaktif dan kreatif. Sikap yang reaktif cenderung menolak perubahan, tersinggung, curiga, berpikir sempit, iri, dengki, berfikir cabul, jumud, cemburu dan sebab-akibat. Sedangkan sikap yang kreatif cenderung mendorong perubahan, obyektif, berpikir positif, wawasan luas, penuh ide cemerlang, idealis, motivasi tinggi, energetik, intelektual dan berorientasi.
Tidak seperti kupu-kupu, manusia enggan untuk berubah. Keengganan untuk berubah karena perubahan bukan datang dari diri orang tersebut, menganggap bahwa perubahan itu justru mengganggu rutinitas, takut sesuatu yang baru, tujuan yang tidak jelas, takut gagal, menuntut pengorbanan yang besar, sudah puas dengan kondisi sekarang, pikiran-pikiran negatif, pemimpin yang tidak berintegritas, kecemasan seorang atasan, perubahan berarti kehilangan, perubahan menuntut tambahan komitmen, berpikir sempit dan terperangkap dalam tradisi.
kita cenderung stagnan dan monoton sementara hak bercinta para hamba dengan Allah mereka ditutupi oleh ujub riya pamrih nafsu Negara, sistem, budaya kebebalan, syahwat keduniaan yang dibungkus surban, peci dan gamis. Singkatanya kita terjebak oleh simbol - simbol keislaman dzahir belaka. Kita nyaris dihadang oleh kapitalisme, tipudaya kependidikan peradaban, Ustadz-Ustadz produk industri TV, kepongahan-kepongahan pengajian yang hannya mengedepankan ritualitas tanpa makna, kejumudan forum ta’lim, perusahaan dzikir, pencerahan, kursus sholat khusu yang goblog, bisnis sedekah yang mengiming -imingkan atas hasil yang berlipat -lipat, serta beribu macam bentuk kemiskinan pikiran, penyakit jiwa dan kesunyian hati yang dicerdas -cerdaskan, dihebat -hebatkan oleh kepongahan dan ketololan diri sendiri.
Semoga kita dibukakan gerbang rahasia cahaya kesejatian kerajaan langit, biar kita selalu bermetamorfosis. Tidak lagi menjadi manusia yang hanya sanggup berjualan surban, peci, serban, labelling Kiai, Ustadz, Habib, Gus. Sehingga menyingkirlah semua Kiai sejati, Ustadz sejati, Habib dan Gus sejati, guru -guru sejati, Kiyai sejati, Pastor sejati, Bhiku sejati, atau apapun dalam hidup kita yang selalu bermuara pada kesejatian karena Allah yang memelihara maqam derajat mereka dengan rasa jijik dan kesedihan yang mendalam atas semakin memudarnya kemanusiaan, mendangkalnya nilai dan menyempitnya pandangan hidup yang benderang.
0 komentar:
Posting Komentar