Assiry gombal mukiyo, 28 Desember 2014
Sekali-kalinya dalam sejarah Islam bisa lebih maju dari peradaban Barat
adalah di masa dinasti Abbasiyah Baghdad abad 9 dimulai dari Sultan
Harun AlRasyid, dilanjutkan oleh Al-Ma'mun dan kemudian Al-Mu'tasim.
Periode ini sering disebut oleh umat Islam namun sangat jarang ditelaah
kenapa bisa lebih maju dari Barat. Cuma dibanggakan tapi miskin analisa
mendalam mengenai sebab-sebab kemajuan.
Jaman itu umat Islam
sangat terbuka, belajar darimana saja, mereka mendatangkan ahli
matematika dan kedokteran dari Hindu India dan dikembangkan di Baghdad,
mereka belajar filsafat Yunani dari Plato, Aristoteles, Socrates, sampai
matematika Archimedes. Baghdad adalah kota tujuan bagi imigran dari
seluruh penjuru dunia, diterima dengan tangan terbuka.Dan yang
tak kalah penting, Islam yang dipeluk oleh umat Islam Baghdad kala itu
adalah Islam progresif, Islam Mu'tazilah yang bahkan Islam Liberal pun
masih kalah progresif. Bayangkan di kala itu, 1200 tahun lalu lebih,
Islam rasional yang dipegang oleh Sultan Al-Ma'mun dan Al-Mu'tasim
bahkan lebih maju dari Islam Sunni, Syiah, Khawarij. Islam yang seperti
kata Sukarno, penuh ilmu pengetahuan dan ghirah peradaban.
Namun
kita lihat sekarang, Islam rasional banyak ditentang, bahkan Islam
liberal saja sudah dijadikan musuh bersama mayoritas umat Islam, apalagi
Islam Mu'tazilah yang lebih rasional dan progresif. Menurut Sukarno
lagi, lebih banyak kejumudan beragama, Islam sontoloyo, Islam yang
bermegah-megah dengan yang trivial bukan yang substansial. Islam yang
cuma ribut khilafiyah, bukan yang mengejar sains dan teknologi.
Jadi jangan pernah bermimpi Islam akan bangkit, karena sekali-kalinya
Islam bangkit, itu sudah lebih dari 1200 tahun lalu, dan bangkitnya pun
mayoritas umat Islam masa kini alasannya tidak tahu menahu. Semua
peradaban bangkitnya pasti dari teknologi dan ilmu pengetahuan, dan saat
ini peradaban yang punya keduanya adalah Barat, disusul Cina, Asia
Timur, dan lalu negara-negara Islam di urutan paling terakhir.
Tak salah jika Sukarno sangat gusar dan masygul terhadap perkembangan
Islam, termasuk Muhammad Abduh yang juga melihat Islam lebih diterapkan
di Eropa daripada di negara Islam sendiri. Tapi apakah Islam akan
bangkit? Jawabannya masih terlalu jauh, revolusi paradigma massif harus
digerakkan, perbedaan rawan konflik Sunni Syiah harus dipadamkan, dan
teknologi dan sains harus ditaklukkan, sebelum itu terjadi kebangkitan
Islam hanyalah mimpi yang terlalu amat panjang.
Untuk menjadi
Islami , tidak perlu menjadi negara Islam. Islam itu input, bukan
output. Bahkan konsep negara madinah ala Nabi Muhammad pun sebenarnya
bukan konsep negara agama, tapi negara yang terdiri dari suku/ kabilah
dan pemeluk agama yang berbeda tapi hidup rukun karena disitu hidup
dengan tenang umat Kristen, umat Yahudi, dan umat Badui yang dilindungi
oleh Nabi Muhammad SAW.
Kerja keras para Sesepuh pendiri Bangsa
dan Ulama NU seperti Hadratussyekh Hasyim Asy'ari, Wachid Hasyim, Gus
Dur dan Said Aqil Siraj dll, adalah salah satu upaya mengintegrasikan
Islam sebagai input kebangsaan, outputnya adalah rahmatallilalamin.
Tidak hanya integrasi struktural, tapi juga integrasi kultural. Bahwa
agama turun dengan konteks, bahwa agama harus senantiasa
direinterpretasi dengan konstelasi kontemporer. Subhanallah.
Islam bukanlah hukum ruang hampa, tapi seharusnya menjadi ghirah
inklusif kebangsaan. Generasi muda harus berani menabrak
konvensionalitas dan rigiditas sebagaimana dicontohkan oleh para sesepuh
NU.
Mungkin sekarang saatnya mengganti kitab-kitab kuning dengan
kitab-kitab digital, saatnya mendatangkan modernitas teknologi dan
sains di pesantren dan madrasah.
Saatnya mengejar peradaban,
saatnya merangkul umat Kristen, Konghucu, Hindu, Buddha, Ahmadiyah,
Syiah, dengan sejuk. Islami itu bukan kata-kata, tapi perbuatan. Islam
itu kemajuan, bukan kebodohan dan kebencian yang ditebarkan kemana
-mana.
Marilah kita melihat kembali masa kejayaan Islam di Baghdad abad 9,
ahli kedokteran dan matematika Hindu didatangkan dari India untuk
membangun sistem kesehatan dan rumah sakit. Literatur Yunani
diterjemahkan dalam bahasa Arab dan dijadikan rujukan filsafat Islam.
Ketika umat Islam terbuka pikirannya, belajar darimana saja maka
peradabannya menjadi maju. Ketika sudah tertutup dan fatalis sejak abad
12, sejak itulah Islam mundur dan mengambil peran marginal dalam
percaturan dunia. Pencerahan Islam harus dimulai dari sains, bukan sains
palsu ala Harun Yahya, tapi sains fisika, biologi, teknologi,
matematika.
Islam sekarang terkotak kotak...pemahaman tentang
islam telah dijerumuskan oleh ulama dan umaro yg sesat sehingga subtansi
islam sebagai rohmatan lil alamin sirna. Islam sekarang hanya terfokus
urusan perut, bukan untuk sains dan teknologi. Cara pandang umat islam
terbelenggu oleh batasan pemahaman tentang islam itu sendiri.
Sederhanya bukan hanya ISLAM ( Isya, Subuh..Luhur..Asyar..Magrib) saja
yg dikerjakan.Tapi galilah kembali Al Quran yg maha LUAS...gali
hadist..gali kitab/ buku pengetahuan yg bermanfaat.Umat Islam sekarang
itu sangat aneh, sudah tahu Hurgronje itu anti
Islam, ingin menghancurkan Islam dengan mereduksi Islam menjadi sekedar
ritual sholat, haji berkali -kali, puasa, dzikir. Dia ingin Islam hancur
dari dalam, Islam yang buta peradaban dan mengagungkan kuantitas tanpa
kualitas.Tapi malah umat Islam dengan senang hati masuk perangkap
Hurgronje, dimana-mana demam dhaurah, istighosah yang tujuannya kadang
menarik massa dan untuk kepentingan pribadi pimpinan jamaahnya, dzikir
massal kemudian nangis kolektif, ribut khilafiyah sepele entah soal
muulid atau tahlil dan syirik, dsb.
Kepala umat Islam harus
dihantamkan dan dibenturkan kepada tembok realita, atau kalau perlu
dijedotkan juga di jalanan biar muntah racun yang ada dalam otaknya
bahwa mereka jatuh terlalu dalam dalam lembah nista adu domba kolonialis
modern yang mengalahkan sendi Islam sampai titik nadir.