Loh kok santun malah dilawan? Itulah, kadang kita terpukau sama orang yang terlihat santun dari luar. Pokoknya dari luar keliatan kaya anak baik . Eh tapi jangan terlalu cepat menyimpulkan dulu pernyataan saya tadi. Bukan, bukan berarti mereka itu berbulu domba juga. Yang salah itu biasanya orang yang “santun” itu maunya cari aman. Kalau menjawab sesuatu itu pasti jawabannya “di tengah – tengah”. jawaban yang aman, yang tidak akan dimarahi orang – orang.
Sudah ngerti kan temen-teman sekalian ?...ya “santun” disini maksudnya seperti apa. Kalau mau contohnya ngga usah jauh – jauh deh. Lihat para pejabat deh kalau lagi kena kasus, udah apal lah jawabannya pasti “kita serahkan saja pada hukum yang berlaku”. Saat mereka dikursi pesakitan saat pengadilan Angelina sondakh sampai bawa tasbih segala, dalam benak saya yang dibaca bukan Astaghfirullah, subhanallah tapi "hassu, hassu, hassu" x 33.
Contoh lain, lihat aja deh bintang film kita. Mau artis atau “artis” yang suka ada di tvone (politisi-red). Pastilah mereka menjawab dengan “normatif”. Kata – katanya sih bagus, bijak gitu kedengarannya. Padahal kalau ditelaah lagi jawabannya itu tidak menjawab apa – apa. Sampean tidak percaya? sering – sering deh liat tvone dan telaah jawaban dari “artis” yang ada disitu.
Nahhhh kalau setuju kita kudu melawan kesantunan yang semakin merajalela, dengan cara apa? Ya kita jangan jadi orang yang “santun”. Belajar yuk untuk selalu menjawab dengan jawaban yang jelas, bukan yang normatif – normatif aja.
Contoh nih yang biasa ditanya dan kita jawab dengan pertanyaan normatif. Kalau ditanya “kapan rencana nikah?” kalau masih menjawab “di saat yang tepat”. Itu masih tidak jelas. Bijak kan ya kedengerannya “wah saat yang tepat”, tapi kalau ditelaah sebenarnya mereka tidak menjawab apa – apa. Tetap aja kita tidak tahu nikahnya kapan. Kalau memang belum ada rencana mbok ya bilang "belum ada rencana". Kalau sudah ada rencana ya jawab saja “tahun depan Insya Allah”. Kadang – kadang kita itu masih termakan gengsi. Takut kalau udah bilang iya ternyata tidak jadi. Turunkanlh kegengsian kita, lagian kalau gagalnya ternyata gara – gara force majeur mah semua orang juga mengerti.
Itu satu contoh aja. Contoh lain nih ya. Misal ada yang nanya “eh minta pendapat lo dong, gue itu mending milih melakukan A atau B ya?”. Jawabannya kan biasanya “ya terserah lo”. Weisss kata terserah mah udah lah hapus aja dari kamus.
Sakitnya tuh disini didalam celana.....heheheuheu.
Jadi teringat dulu waktu saya pertama kali jatuh cintrong sama seorang perempuan kira 2, thun 1998, sebut saja Paijah namanya.
Saat dia saya tanya "gimana hubungan kita serius kan?"... Dia kemudian bikin semacam tulisan di kertas, dia minta tulisan tersebut jngn dibaca sebelum saya pulang dan sampai rumah, saya penasaran banget apa gerangan jaeaban dari pertanyaanku yang sangat romantis itu, nah saat sudah sampai rumah apa yang terjadi ketika saya baca tulisannya itu, jawaban yang ngambang ngga jelas githu.."TERSERAH GIMANA BAIKNYA".
Ini kan kelihatannya santun tapi sungguh 2 menikam dan meremukkan jantung saya waktu itu, untung saya belum kenal gulung 2 di jalan, kalau sedang ngambek.
Yuk ah kita introspeksi bareng – bareng. Terkadang kita itu ingin terlihat bijaksana dengan membuat pernyataan – pernyataan yang sok bijak. Tapi pikir lagi deh. Banyak loh jawaban kita yang hanya menjawab tapi tidak menyelesaikan masalah.
0 komentar:
Posting Komentar