Assiry gombal Mukiyo, 25 Oktober 2014
Dalam fragmen sejarah menceritakan bahwa ke-nabi-an Muhammad lebih
dahulu diketahui oleh seorang Kristen bernama Bukhaira. Berlatar Kota
Basrah dengan alur perdagangan, pertemuan Muhammad yang saat itu masih
berusia 12 tahun dengan Bukhaira sang pendeta Kristen seolah-olah telah
diatur oleh Sang Penguasa Alam semesta raya.
Bukhaira bertanya
kepada Abu Thalib, paman Muhammad yang saat itu menjadi wali bagi
keponakannya yang telah yatim piatu, “Siapa anak ini?” Sang paman
menjawab, “Ini anak saya.”
Perasaaan Bukhaira sebagai pendeta yang
‘sidiq paningal’ berkata lain. Dia merasa ada sesuatu yang lain yang
tidak biasa, semacam tanda2 kenabian yang dimiliki oleh Muhammad kecil
yang tidak dimiliki oleh orang lain ( irhas). Perasaan itu menyebabkan
ketidakpercayaannya terhadap jawaban Abu Thalib. Bukhaira pun
menyangkal. “Tidak, pasti dia anak yang telah ditinggal mati
bapaknya,”batinnya.
Dengan penuh kekaguman, Abu Thalib mengakuinya,
“Memang betul, saya pamannya.” Belum habis rasa kagumnya, Abu Thalib
dikagetkan lagi dengan pernyataan Bukhaira selanjutnya, "ketahuilah
kelak dewasa dia akan menjadi Nabi.
28 tahun kemudian, tepatnya
setelah Rasulullah berumur 40 tahun, sejarah membuktikan kembali
keterlibatan pendeta Kristen dalam menerangkan kenabian Muhammad. Kali
ini, sejarah bercerita mengenai datangnya wahyu pertama di Gua Hira,
Jabal Nur, pada malam 17 Ramadhan. Rasulullah seorang diri di dalam gua
gelap nan sunyi, meratapi fenomena sosial masyarakat dan lingkungannya.
Tiba-tiba datanglah Jibril berwujud makhluk aneh, putih,
merangkul-rangkul, terasa beban yang sangat berat. Seraya menguatkan
rangkulannya, makhluk itu berkata Iqra’ (bacalah). Rasulullah hanya
jawab ma ana biqari-in (saya tidak bisa membaca).
Keringat dingin
Muhammad bercucuran, ia menggigil kedinginan lari keluar gua menuruni
Jabal Nur. Rasulullah bergegas pulang menemui Khadijah sang istri di
rumah. Lalu Muhammad berkata zammiluni (selimuti aku) tiga kali, “saya
kedinginan"
Dengan gemetaran, Muhammad menceritakan kepada sang
istri kejadian yang baru dialaminya di dalam Gua. Dengan tenang Khadijah
sang istri menjawab, “Wahai suamiku, kamu adalah orang baik, tidak
pernah menyakiti orang, tidak pernah berkhianat, tidak pernah menipu,
suka menolong, karenanya Aku yakin dia yang datang kepadamu membawa niat
baik. Besok ikutlah denganku menemui sepupuku yang bernama Waraqah bin
Naufal, seorang Kristen yang buta. Aku akan mencoba mencari keterangan
mengenai kejadian yang baru saja kau alami.”
Sesampainya di rumah
Waraqah, Muhammad dan Khadijah bercerita secara runut apa yang terjadi.
Waraqah menjawab, “Yang datang kepadamu semalam adalah an-Namusu
al-Akbar (malaikat senior), yang dulu pernah datang ke Musa. Jadi jangat
takut, karena kamu akan menjadi orang mulia. Mudah-mudahan umur saya
sampai ketika umatmu mengusir
kamu. Ketika kaum Quraisy mengusir kamu, mudah-mudahan saya bisa tahu,” begitu jawab Waraqah.
“Apakah mereka akan mengusir saya?” tanya Muhammad dengan nada tidak percaya, setelah mendengar ramalan itu.
Waraqah menjawab, “Setiap Nabi akan mendapatkan tantangan dari kaumnya
sendiri, dari familinya dan juga orang di sekelilingnya.”
Khadijah dan Muhammad semakin tersadar bahwa apa yang terjadi dengannya
bukanlah hal kecil, tetapi hal istemewa yang nantinya akan mengubah
dunia. Untuk ke sekian kali orang Kristen ikut ambil peran dalam
kenabian Muhammad.
Sejarah juga menyodorkan kepada kita, betapa
hubungan Kristen dengan Islam sangat erat. Tepatnya ketika Romawi yang
Katolik berperang dengan Persia yang Majusi. Saat itu Muhammad sudah
menjadi Nabi. Beliau berdoa, “Ya Allah, mudah-mudahan kaum Romawi yang
Katolik menjadi pemenang mengalahkan Majusi.”
Tetapi Allah
berkehenak lain, dan Romawi kalah. Kejadian itu membawa Muhammad Saw.
bersedih, kaget dan bermuka murung seperti tidak terima dengan kekalahan
Romawi. Karena itulah turun sebuah surat dalam al-Quran yang isinya
menghibur Muhammad Saw., surah Romawi yang dalam bahasa Arabnya disebut
ar-Rum.
الٓمّٓۚ ﴿۱﴾ غُلِبَتِ الرُّومُ ﴿۲﴾ فِى اَدنَى الاَرضِ
وَهُم مِن بَعدِ غَلَبِهِم سَيَغلِبُونَۙ ﴿۳﴾ فِى بِضعِ سِنِينَؕ لِلّٰهِ
الاَمرُ مِن قَبلُ وَمِن بَعدُؕ وَيَومَٮِٕذٍ يَّفرَحُ
المُؤمِنُونَۙ
﴿۴﴾
“Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa
tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).
Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang
yang beriman.” (QS. ar-Rum ayat 1-4).
Apa yang menimpa kaum Katolik
Romawi sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan Islam baik secara
politik maupun persaudaraan. Betapa pentingnya kejadian tersebut hingga
Allah Swt. mengabadikan di dalam al-Quran dengan sebuah surah yaitu,
‘ar-Rum’. Ini menunjukkan bahwa Kristen dan Islam sebenarnya mempunyai
misi yang sama dalam membangun peradaban umat manusia, sehingga kerugian
dan kekalahan Romawi juga kerugian Islam.
Begitu juga dengan surah
Maryam, surat ini adalah bukti sejarah betapa Islam menghormati Sang
Bunda. Tepatnya ketika Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Sesampainya di
Madinah, orang-orang Yahudi sudah mulai membangun konflik dengan
mengembangkan isu bahwa Yesus itu anak jadah, hasil perzinaan antara
Maryam dan Yusuf an-Najjar. Islam tidak membiarkan hal ini
berlarut-larut. Oleh karena itu, Allah menurunkan satu surah yang isinya
merehabilitasi nama baik Maryam.
وَاذكُر فِى الكِتٰبِ مَريَمَۘ اِذِ انْتَبَذَت مِن اَهلِهَا مَكَانًا شَرقِيًّا ۙ ﴿۱۶﴾
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Quran, yaitu ketika ia
menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur.” (QS.
Maryam ayat 16).
Begitu pentingnya nama baik Maryam sehingga Allah mengkhususkan dalam satu surah tersendiri yaitu surah Maryam.
Satu lagi bukti sejarah, ketika terjadi tragedi pembunuhan massal oleh
kaum Majusi yang dirajai oleh Dzunnuwas terhadap masyarakat Kristen di
Najran (sekarang Saudi Selatan), mereka mengadakan sweeping. Semua orang
yang beragama Kristen ditangkap, dimasukkan parit lalu dibakar
hidup-hidup.
Ini adalah cerita nyata yang tidak termaktub dalam Bibel, tetapi malah ada di dalam al-Quran.
قُتِلَ اَصحٰبُ الاُخدُودِۙ ﴿۴﴾ النَّارِ ذَاتِ الوَقُودِۙ ﴿۵﴾ اِذ
هُم عَلَيهَا قُعُودٌ ۙ ﴿۶﴾ وَّهُم عَلٰى مَا يَفعَلُونَ بِالمُؤمِنِينَ
شُهُودٌ ؕ ﴿۷﴾ وَمَا نَقَمُوا مِنهُم اِلَّا اَن يُّؤمِنُوا بِاللّٰهِ
العَزِيزِ الحَمِيدِۙ ﴿۸﴾
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang
membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika
mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa
orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman
kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. al-Buruj ayat
4-8)
Hubungan Kristen dan Islam tidak hanya sebatas hubungan
religiusitas saja, tetapi juga hubungan persaudaraan. Ketika Nabi
Muhammad Saw. mendapatkan hadiah dua perempuan dari Muqaukis Gubernur
Mesir, beliau sudi menikahi salah satunya. Yaitu Mariah al-Qibthiyyah
yang beragama Kristen Koptik, sedangkan satu lagi yang bernama Sirin
beliau hadiahkan kepada Hasan bin Tsabit. Mariah inilah yang nantinya
mempunyai anak yang bernama Qasim (yang meninggal masih kecil). Nabi
Muhammad Saw. tidak punya anak laki-laki kecuali dari Mariah itu.
Setelah menerima perempuan itu, Nabi Muhammad Saw. berkata kepada
sahabat Umar. “Umar, nanti Islam akan sampai ke Mesir berkat tanganmu
(perjuanganmu). Kalau nanti Islam sudah sampai ke Mesir, saya pesan
keluarganya bibimu ini (keluarga Mariah) jangan kamu ganggu,”begitu kata
Nabi.
Benar saja, sejarah berjalan dan akhirnya Islam sampai pula
ke Mesir, yakni ketika khalifah Umar dan ‘Amr bin Ash berhasil
menaklukkan Mesir. Saat itulah Umar teringat pesan Nabi Muhammad Saw.
Karena itu, orang Kristen Koptik tidak diganggu sama sekali hingga
sekarang. Bahkan sampai detik ini, pusat Kristen Koptik berada di
Aleksanderia. Jadi, Nabi Muhammad Saw. saat itu benar-benar menjaga
eksistensi keselamatan, keutuhan, kehormatan, harga diri masyarakat
Kristen Koptik.
Tidak hanya Rasulullah Saw. yang selalu berniat
baik dan menjaga hubungan dengan Kristen, Umar pun senantiasa mewarisi
kebijakan ajaran Rasul. Ketika pasukan Umar di bawah pimpinan Abu
Ubaidah bin Jarrah berhasil menguasai Pelestina, ia pun tidak
semena-mena bertindak dalam mengambil sikap. Hal ini tercermin pada
waktu prosesi penyerahan kunci Kota Palestina, dari sang penguasa lama
kepada Umar. Saat itu penyerahan diadakan di dalam gereja, sesaat
kemudian adzan Ashar berkumandang. Sang penguasa Palestina mempersilakan
Umar untuk mengambil ruang di dalam gereja guna melakukan shalat.
Tetapi umar menolaknya, Umar lebih memilih shalat di luar gereja dengan
alasan: “Saya tidak mau shalat di dalam gereja bukan apa-apa, saya
khawatir kalau nanti ada generasi Islam mendatang merebut gereja ini
dengan dalih Umar shalat di sini.”
Itulah beberapa
potongan-potongan cerita sejarah yang menggambarkan bagaimana sejak
Islam lahir sebagai agama yang mempunyai garis keberagamaan yang sangat
moderat dalam berhubungan dan bermuamalah dengan agama lain. Islam
mempunyai rumus wasathan(tengah-tengah, moderat, tidak ekstrem kiri,
juga tidak ekstrem kanan), yang diambil dari ayat (wakadzalika
ja’alnakum ummatan wasathan).
Artinya, Islam memang dijadikan oleh
Allah sebagai agama penyempurna yang tidak terlalu legal formal seperti
Yahudi yang segalanya berorientasi pada hukum, dan juga tidak terlalu
menonjolkan etika moral spiritual seperti Kristen.
Semua
degradasi moral yang berakibat tindak kekerasan dan anarkhis juga
disebabkan oleh tidak memahaminya mereka pada sejarah Islam dan Kristen
yang sekarang para generasi pemeluk islam dan kristen justru seperti
musuh yang seperti ingin saling membunuh.
Tokoh 2 agama seyogyanya
menjadi pengayom dan peneduh bagi ummat dan kaumnya, agar terjalin
keharmonisan dan kerukunan bagi ummat manusia bukan menjadi setitik nila
disebuah bejana air susu yang jernih.
Disadur dari beberapa sumber sejarah.
Assiry, 2014